Yang Membatalkan Wudhu (Penyebab Hadats Kecil)

Hal yang membatalkan wudhu atau penyebab hadats kecil ada empat.

1. Keluarnya sesuatu dari qubul(kemaluan) atau dubur, kecuali mani.

Seandainya tertutup tempat keluar yang biasa (qubul dan dubur) dan ada (bagian) yang terbuka di bawah pusar19 kemudian keluar kotoran yang biasa darinya, maka batal (kesuciannya); demikian juga kotoran yang tidak biasa, seperti cacing, menurut pendapat yang adhhar. Atau jika ada (bagian) yang terbuka di pusar dan di atasnya, sedangkan qubul dan dubur tertutup, atau (qubul dan dubur) ada di bawah pusar dalam keadaan terbuka, maka tidak batal20 menurut pendapat yang adhhar.

2. Hilangnya akal, kecuali tidur duduk yang tetap tempat duduknya.

3. Persentuhan kulit laki-laki dan perempuan, kecuali mahram menurut pendapat yang adhhar. Orang yang disentuh hukumnya sama dengan yang menyentuh menurut pendapat yang adhhar. Tidak membatalkan: anak kecil, rambut, gigi, kuku, menurut pendapat yang ashah.

4. Menyentuh qubul manusia dengan telapak tangan bagian dalam.

Demikian pula, dalam qaul jadid: (menyentuh) lingkaran dubur; tidak batal (menyentuh) kemaluan binatang.

Batal juga karena menyentuh kemaluan mayit dan anak kecil, tempat pengebirian, kemaluan yang impoten, dan menyentuh dengan tangan mayit menurut pendapat yang ashah. Tidak membatalkan ujung jari-jari dan yang di antara jari-jari.

Haram bagi orang yang berhadats: sholat, thowaf, membawa mushaf, menyentuh lembaran mushaf, demikian pula sampul mushaf menurut pendapat yang shahih; kantong dan kotak yang isinya mushaf, dan apa-apa yang ditulis untuk pembelajaran Al Qur’an seperti papan menurut pendapat yang ashah.

Menurut pendapat yang ashah, halal membawa Al Qur’an dalam berbagai perkakas, tafsir21, uang; tidak halal memindahkan lembaran mushaf menggunakan sebatang kayu; anak kecil yang berhadats tidak dilarang.

Pendapatku: halal memindahkan lembaran mushaf menggunakan sebatang kayu, pendapat ini dinyatakan oleh ulama’ iraqiyyun, wallahu a’lam.

Barang siapa yang telah yakin bahwa dirinya suci, atau bahwa dirinya berhadats, kemudian merasa ragu tentang keadaan sebaliknya, maka dia mengamalkan apa yang diyakininya. Seandainya dia yakin suci atau yakin berhadats, tetapi lupa keadaan sebelumnya, maka dia memilih keadaan sebaliknya22 menurut pendapat yang ashah.

Komentar